Search Engine

Sabtu, Oktober 25, 2008

Mesjid Agung Pondok Tinggi

Kota Sungai Penuh merupakan Ibukota Kabupaten Kerinci yang dikenal dengan nama Kota Sakti. Kota Sakti ini memiliki arti Sejuk, Aman, Kenangan, Tertib dan Indah. Di Ibukota inilah Mesjid Agung Pondok Tinggi berada, yang terletak 500 m dari jantung kota .
Mesjid ini dibangun pertama kali pada tahun1874 M secara gotong royong oleh penduduk Pondok Tinggi, pada masa itu diberi dinding yang terbuat dari bambu dan beratap ijuk. Pada tahu 1890 oleh masyarakat setempat diadakan renovasi dengan mengganti didingnya dengan kayu berukir.
Keunikan mesjid ini dibangun tanpa menggunakan paku besi tetapi dengan cara memadukan antara kayu yang satu dengan yang lainnya dengan pasak kayu sehingga dapat berdiri dengan mudah. Ornament yang digunakan didalamnya maupun diluar bangunannya menggunakan kombinasi antara seni ukir Persia , Roma, Mesir dan Indonesia . Mesjid ini dapat menampung lebih dari 2000 orang jemaah.

Jumat, Oktober 03, 2008

Suku Anak Dalam : PT. Asiatic Persada Berdiri di Atas Tanah Kami

Orik [55] adalah satu dari sekian ribu anggota Suku Anak Dalam Kubu Bahar [SAD] yang geram dengan sikap pemerintah. “Tanah adat desa lama kami diserobot perusahaan. Kami diusir. Tahun lalu BPN [Badan Pertanahan Nasional – Red] sudah turun ke lapangan. Mereka akui tanah kami masuk HGU, tapi mengapa sampai sekarang belum dikembalikan pada kami?” tanyanya.Orik termasuk satu dari sedikit anggota SAD yang masih berani mendirikan gubuk dan pekarangannya di areal kebun PT. AP. Meskipun sering ditajut-takuti oleh aparat keamanan tapi Orik dan kawan-kawan tidak mundur. Karena gubuk yang dia dirikan terletak di atas tanah adat. Tanah adat desa lama tersebut terdiri dari tiga wilayah administrasi yang sering disebut sebagai Desa Padang Salak, Desa Pinang Tinggi dan Desa Tanah Menang.Sementara HGU yang dimaksud Orik adalah hak guna usaha yang dimiliki PT. Asiatic Persada [PT. AP], salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menginduk pada WILMAR Group Malaysia. Awalnya HGU tersebut diberikan pemerintah kepada PT. Bangun Desa Utama di tahun 1987. Namun di tahun 1992 telah terjadi pengalihan kepemilikan kepada PT. AP.BPN Jambi memang telah melakukan penelitian lapangan pada 19-25 Juli 2007 yang lalu. Penelitian tersebut berdasarkan surat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bernomor 2027 – 610.3 – DV.1 tentang ‘Percepatan penyelesaian konflik tanah masyarakat adat orang Kubu yang terletak di tiga desa yaitu Desa Padang Salak, Desa Pinang Tinggi dan Desa Tanah Menang Kec. Sungai Bahar Kab. Batang Hari Propinsi Jambi’ tertanggal 28 Juni 2007.“Surat tersebut dikeluarkan karena desakan perjuangan massa SAD di Jambi sejak 1987,” kata Donny Pradana WR dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional [KPP STN]. Bersama LSM Setara Jambi, KPP STN bergiat aktif mendukung perjuangan massa SAD sejak pertengahan 2006. “Kamipun telah menyampaikan protes pada pimpinan WILMAR Group di Malaysia untuk memperhatikan permasalahan ini sebagai salah satu tanggung jawabnya dalam forum RSPO [Roundtable Sustainable Palm Oil]” ujar Rukaiyah Rofiq Direktur Setara Jambi.menambahkan.Hasil PenelitianBastian Helmi NIP 010150365 dan Samson NIP 010152046 dari BPN Jambi diserahi tanggung jawab sebagai pelaksana penelitian. Kegiatan mereka dilaporkan dalam dokumen berjudul Laporan Hasil Penelitian Konflik Tanah Masyarakat Adat Orang Kubu Kelompok Padang Salak, Pinang Tinggi dan Tanah Menang Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi berikut dengan peta.Mengutip salah satu hal penting yang termuat dalam laporan itu adalah ‘tanah masyarakat dat kubu tiga kelompok Padang Salak, Pinang Tinggi dan Tanah Menang di lapangannya adalah areal yang terletak diantara Sungi Merkanding, Sungi Temidai, Sungai bahar dan Sungai Samiyo dan seluruhnya masuk dalam HGU dimaksud dan terletak dalam wilayah Desa Merkanding Kecamatan Sungai bahar Kabupaten Muaro Jambi dan Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari’.Namun dalam dokumen yang sama, Bastian dan Helmi justru menyetujui rencana PT. AP yang bermaksud memberikan 1000 hektar areal di luar HGU yang dimilikya kepada SAD melalui pola kemitraan/plasma sebagai jalan keluar penyelesaian konflik. “Kami menolak keras. Masayarakat kami hanya ingin tanah adat kembali!” tegas Orik yang juga kepala desa lama Padang Salak. Pendapat Orik juga didukung oleh Abas [41] kepala desa lama Tanah Medang dan Nurman [45] kepala desa lama Pinang TInggi.Padahal, 1000 hektar areal yang akan diberikan oleh PT. AP tersebut adalah areal perkebunan PT. Maju Perkasa Sawit yang terlantar dan telah digarap oleh masyarakat dari Desa Bungku. “Kalau kita terima tawaran itu, sama saja dengan mengadu domba SAD dengan orang Desa Bungku,” sergah Husein Aroni [60], ketua adat SAD dan Asnawi [65], ketua Yayasan Masyarakat Adat Kubu hampir bersamaan.Lain halnya tanggapan BPN Jambi. Menurut mereka dokumen tersebut bukanlah sikap resmi institusi. Masih diperlukan kajian lanjutan di bidang sosio-kultural SAD yang berkaitan dengan asal-usul komunitas tersebut.Namun hingga menjelang artikel ini disusun, BPN Jambi tak kunjung menerbitkan laporan resmi hasil penelitian. Hal ini justru menjadikan SAD makin resah dan persoalan makin berlarut larut.Pemetaan PartisipatifGuna memantapkan klaim adapt atas tanah SAD yang diserobot PT. ATP, LSM Setara Jambi bekerjasama dengan Yayasan Masyarakat Adat Kubu mengadakan pemetaan di lapangan pada Juli 2008. “Data dan informasi lapangan kami digitalisasi. Agar batas-batasnya akurat dan dapat diukur luasannya,” ujar Ade, aktifis LSM Setara Jambi.Husein Aroni menambahkan bahwa SAD bermaksud mendesak juga pada Gubernur Jambi dan para bupati dimana PT. AP beroperasi agar turut mendukung penyelesaian konflik. “Karena pemerintahan propinsi juga harus bertanggung jawab terhadap masalah yang menimpa kami,” tandasnya.Mewakili SAD, Husein Aroni menyatakan tiga tuntutannya yakni; pertama, segera publikasikan berita acara resmi hasil penelitian BPN Propinsi Jambi; kedua, segera kembalikan lahan tanah dusun hak milik dalam waktu singkat disertai dengan surat kesepakatan bersama demi kekuatan hukum; ketiga, apabila lahan tanah tidak segera dikembalikan secara resmi melalui fasilitasi pemerintah, maka SAD akan mengambil alih sepihak karena semua proses damai telah dilalui dengan sabar.
Sumber : www.serikat-tani-nasional.blogspot.com